29 Nov 2014 By: Gede Astawan

Perjalanan Sembahyang ke Nusa Penida

Hari Sabtu, 15 Oktober 2014 tepat pukul 04.00 mata ini sudah terjaga dari tidurku. Persiapan menuju salah satu pulau kecil di Bali dimulai. Mandi pagi meskipun mata masih ngantuk dan udara masih dingin membuat badan segar. Tepat pukul 05.00 saya menuju lokasi berkumpul. Setelah menunggu agak lama maka kami segera menuju rumah teman yang memimpin ekspedisi kali ini. Disana kami sembahyang sebentar sembari mohon keselamatan dalam perjalanan sehingga selamat dalam perjalanan. Pukul 06.15 kami berangkat dari Abiansemal menuju pelabuhan Padangbai Karangasem dengan mengendarai sepeda motor bersama anggota seluruhnya adalah 13 orang sebanyak 7 sepeda motor. Dalam perjalanan saya sempatkan untuk membeli nasi bungkus agar ada yang saya pakai sekadar sarapan pagi saat di pelabuhan.

Kira-kira pukul 07.15 kami telah sampai dan segera ditawarkan parkir di rumah salah seorang penduduk disana sehingga motorpun lebih aman ditinggal seharian dan cuma kena Rp 5.000 rupiah saja. Sayapun menyempatkan sarapan dulu bersama teman-teman sambil menunggu kedatangan perahu boat yang sudah kami carter sebelumnya. Sekitar 30 menit menunggu, kapal yang ditunggu-tunggu pun datang. Kami segera bersiap dan menaiki perahu lalu berlayar ke Pulau Nusa Penida untuk melaksanakan persembahyangan di Pura Dalem Ped.

Perjalanan berlayar kami tempuh lebih kurang 35-40 menitan karena memang saya tidak mengukur waktunya secara pasti. Gelombang laut yang tenang disertai tarian burung-burung yang sedang mencari ikan beterbangan kesana-kemari dan akhirnya sampailah di pelabuhan di Nusa Penida.

Sampai disana kami ternyata sudah ditunggu oleh sopir yang akan mengantar kami bersembahyang ke pura-pura yang akan kami tuju. Setelah naik ke mobil kami pun berangkat menuju pura yang pertama yakni Pura Goa Giri Putri.

Sampai di parkir pura suasana terasa panas karena memang kebetulan acara sembahyang kali ini diadakan pada musim sedang panas-panasnya. Setapak demi setapak tangga kami daki dan akhirnya sampailah di tempat persembahyangan pertama. Tempatnya yang tinggi membuat kami dengan leluasa bisa melihat pemandangan sekitar khususnya para petani rumput laut yang nampak kecil di kejauhan. Selesai sembahyang saya sempat membaca denah areal pura termasuk urutan persembahyangan disana. Akhirnya tibalah saat yang ditunggu-tunggu yakni masuk ke dalam goa yang ternyata pintu masuknya hanya berupa lubang kecil yang terdapat diantara bebatuan persis disamping saya sembahyang tadinya. Saya sendiripun tidak mengira bahwa itu adalah pintu masuk. Namun meskipun kecil konon setiap orang yang ingin sembahyang ke dalam Goa pasti bisa masuk.


Wah di dalam goa ternyata luas sekali. Tidak saya kira dengan pintu masuk yang sedemikian kecil tapi gua karst ini memang luas nyatanya. Udara terasa agak lembab dan basah. Disana kami bersembahyang sebanyak 4 lokasi. Yang masing-masing merupakan pemujaan terhadap Dewa Wisnu, Hyang Giri Putri, Hyang Giri Pathi, dan terakhir diujung gua alias di mulut gua tempat keluar terakhir kami bersembahyang di pemujaan Dewi Kwam Im dan Dewa Bumi. Yang mana di Pura yang terakhir ini dihiasi sedemikian rupa dengan lampion-lampion sehingga menyerupai suasana di Kelenteng Konghucu. Diujung goa inilah tempat keluar yang jalannya berupa tangga bertingkat-tingkat menurun. Disana kami telah ditunggu oleh transport yang selalu setia menemani karena telah kami booking jauh-jauh hari sebelumnya, meski di pulau ini akan terdapat banyak transportasi yang selalu siaga untuk mengantarkan pengunjung maupun orang yang akan sembahyang untuk berkeliling.

Perjalanan kami lanjutkan menuju lokasi pura yang kedua yakni ke Pura Pucak (Puncak) Mundi. Dalam perjalanan saya melihat alam yang asri dan beberapa sudah diolah oleh penduduk untuk menanam pisang dan jagung. Di kiri-kanan juga terlihat menara-menara kincir angin menjulang tinggi yang mana sepertinya adalah sebuah pembangkit untuk pembangkit listrik tenaga angin. Namun kondisinya sudah tidak layak pakai karena terlihat sudah mengalami korosi dan beberapa baling-baling juga terlihat patah. Sampailah kami akhirnya di pura yang kami tuju setelah melalui perjalanan kira-kira 30 menit. Menurut penuturan salah seorang rekan kami yakni Bapak Jero Lis, bahwa pura ini berlokasi di titik tertinggi di Pulau Nusa Penida. Di lokasi ini kami bersembahyang ke sebanyak dua pura yakni Pura Dalem Krangkeng dan Pura Luhur. Disekitar pura terdapat beberapa pohon besar dan banyak terdapat monyet-monyet bergelantungan. Pikir saya bagaimana monyet-monyet ini bisa sampai disini yaa... Disini kami bertemu dengan banyak rombongan yang juga bersembahyang dan ada beberapa yang juga sempat kami temui di pura sebelumnya. Sebenarnya menurut Bapak Jero Lis bahwa dilokasi ini masih terdapat satu pura lagi yang merupakan rangkaian dari Pura Puncak Mundi namun tidak bersembahyang kesana karena jaraknya yang lumayan jauh jika dan hanya bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Selesai sembahyang, kami pun melanjutkan perjalanan menuju pura yang ketiga yakni Pura Dalem Ped.

Karena disana hanya terdapat satu jalur maka perjalanan menuju Pura Dalem Ped kami lalui melewati jalur yang sebelumnya kami lalui namun sekarang menjadi rute menuruni bukit. Diperjalanan kami berpapasan dengan banyak mobil yang akan menuju Pura Puncak Mundi. Jadi mereka merupakan rombongan lebih belakang dari kami. Perjalanan juga kami lewati melalui pelabuhan kami sebelumnya karena menurut saya pura ini berlokasi di barat. Setelah kira-kira 30 menit menempuh perjalanan kami pun sampai di lokasi. 

Akhirnya setelah sekian lama penantian sayapun akhirnya sampai juga di Pura Dalem Ped. Pura ini terletak di desa Ped Nusa Penida. Disekitar pura banyak terdapat pedagang yang menjual perlengkapan sembahyang sampai makanan. Karena sedari tadinya kami sudah merasa lapar maka disana kami menuju lokasi warung makan favorit kami masing-masing. Sambil beristirahat sejenak, pandangan kami makin jauh ke arah laut lepas di depan kami. Desiran angin dan tenangnya ombak terasa akan menyejukkan buat kami. Sehingga kami memutuskan untuk mandi sejenak di pantai karena memang lokasi pura persis di pinggir pantai.


Ombak dipantai terasa tenang, setenang semilir angin yang menyegarkan badan kami. Di kejauhan tampak pulau Bali terlihat kebiruan dihiasi bukit-bukit klungkung yang berbaris seperti penjaga yang selalu siaga dalam segala situasi. Kami sangat menikmati sore itu. Sehabis acara berenang dipantai, kami lanjutkan menuju kamar mandi yang banyak tersedia disana, baik di areal jaba pura maupun yang disewakan di rumah-rumah penduduk. setelah bersih dan kembali berpakaian rapi, kira-kira pukul 20.00 kami melanjutkan acara persembahyangan disana. Persembahyangan kali ini sebanyak empat pura yang memang merupakan satu kesatuan utuh dengan Pura Dalem Ped. Dimulai dari Pura Taman, Pura Penataran Agung Ped,Pura Ratu Gede, dan terakhir Pura Ratu Niang Lingsir dan Ratu Gede Lingsir.

Suasana khusyuk kami rasakan karena hari memang telah gelap, dan masing -masing dari kami ada yang merasakan sensasi getaran tertentu saat berada di salah satu pura. Contohnya Agus Sartika, yang merasakan aura luar biasa hening saat bersembahyang di Pura Taman. Sementara saya sendiri merasakan sejuk berhembus di badan saya saat berada di pura yang sama namun kaki saya terasa seperti terbakar api. Memang sensasi itu tergantung dari kekhusukan kita masing-masing. Setelah bersembahyang dengan lengkap, kami memutuskan untuk memilih acara kami masing-masing. Ada yang makan malam ke warung, ada pula yang hanya beristirahat di wantilan pura. Sementara saya sendiri bersama beberapa teman memilih santap malam di wantilan pura Ratu Niang Lingsir. Dan melanjutkan beristirahat di pinggir pantai untuk sekadar menikmati suasana malam itu yang begitu hening. Di kejauhan tampak kerlap-kerlip lampu di jalan By Pass Ngurah Rai yang terlihat bagai garis lurus namun bercahaya. Ketika malam tiba saya pergi beristirahat di wantilan pura bersama banyak pemedek yang sedari tadi sudah memenuhi wantilan.

Waktu sudah menunjukkan pukul empat pagi ketika riuh suara orang-orang yang bergiliran mandi membangunkan mata saya. Beberapa orang sudah beranjak dari tempatnya, mungkin sarapan di beberapa warung yang terlihat buka 24 jam. Saya sendiri ikut antrean kamar mandi. Tepat pukul 6 kami semua berkumpul untuk sembahyang mepamit (mohon ijin) sehingga perjalanan pulang selalu dalam perlindungan-Nya. Sesuai janji, bahwa transport telah menanti untuk mengantar kami ke pelabuhan. Dan begitu sampai di pelabuhan, perahu boat yang kami tumpangi kemarin telah bersandar bersiap menjemput kami kembali ke Pulau Bali.



Satu persatu kami menaiki perahu dan tanpa mengantuk kami memandangi alam sekitar yang begitu lembut memanjakan mata kami pagi itu. Akhirnya acara penangkilan (sembahyang) kali ini telah berjalan sesuai rencana. Sebuah motor mulai dihidupkan dan mendorong perahu kami lebih kedalam, ketika ketiga motor dinyalakan bersama, laju perahu makin kencang dan Pulau Nusa terasa makin jauh di awang. Selamat tinggal Pulau Nusa, suatu waktu kami akan kembali untuk bersembahyang seperti sedia kala sebelumnya.

Akhirnya kami sampai kembali di Pulau Bali, pulau yang sangat kami cintai. Kami menyempatkan istirahat sejenak di Pelabuhan Benoa sebelum akhirnya pulang kerumah masing-masing.

0 komentar:

Posting Komentar